Perusahaan Migas Perancis Masih Transfer Duit ke Junta ‘Teroris’ Myanmar

“Total beroperasi di wilayah dilanda perang dan negara-negara di mana diktator berkuasa, karena itu lebih menguntungkan bagi mereka.”

Anjungan pengeboran Total di Yadana, Myanmar. (©Total)

BNOW ~ Perusahaan migas Perancis, Total, dituding masih menyalurkan pendapatan hasil ekspor gas alam ke kas perusahaan migas milik negara, Myanmar Oil and Gas Enterprise atau MOGE, yang dikendalikan junta militer ‘teroris’.

Tudingan itu datang dari seorang insinyur Total yang berbicara tanpa menyebutkan nama. “Tidak ada penangguhan [operasi] sama sekali. Gas alam masih diproduksi dan diekspor untuk dijual, dan pendapatan yang dihasilkan belum disita, ditransfer ke MOGE. Ini pasti mencapai junta,” ujar sang insinyur yang bekerja di Total hampir 15 tahun tersebut.

Para karyawan lokal sebelumnya telah menuntut agar pendapatan migas tidak lagi ditransfer ke kas militer, sesuai seruan 5 Maret dari Committee for Representing Pyidaungsu Hluttaw atau CRPH—Badan pemerintahan sipil paralel Myanmar berisi anggota parlemen terpilih yang digulingkan dalam kudeta.

“Kami menuntut manajemen perusahaan menghentikan pengiriman gas ke Thailand agar tidak ada pendapatan dari ekspor gas untuk junta,” ujar seorang pegawai lokal, mengacu pada gas alam dari Yadana di Laut Andaman, ladang gas terbesar Myanmar.

Pilihan lainnya, membekukan pendapatan penjualan gas sampai pemerintahan demokratis berdiri kembali. “Tapi manajemen perusahaan menolak memenuhi permintaan kami,” ujar pegawai itu kepada Myanmar Now.

Meskipun 710 warga sipil telah terbunuh selama kurang tiga bulan sejak kudeta dan pemerintah Perancis mengecam tindakan keras rezim militer, Total E&P Myanmar tetap tak menghentikan operasinya di negara itu.

Akhir Februari lalu, perusahaan minyak Australia Woodside Energy mengumumkan menghentikan operasi pengeboran migas di Myanmar. Termasuk di blok lepas pantai A6 di wilayah Rakhine Basin. Di blok itu, Woodside dan Total masing-masing memegang 40 persen saham. Namun, Total berperan sebagai nonoperator dalam proyek tersebut.

Pada 4 April, CEO Total Patrick Pouyanné merilis pernyataan menanggapi seruan agar perusahaan menghentikan pendanaan terhadap junta. Pouyanné mengumumkan Total bakal menghentikan pengeboran di blok A6.

Namun, seorang karyawan Total di Myanmar mengatakan pernyataan Pouyanné tipuan belaka. “A6 dioperasikan oleh Woodside. Woodside yang menghentikan operasi, bukan Total.”

Baca Juga: Revolusi Senyap Pekerja Myanmar, Melawan Junta Lewat Mogok Massal

Selain blok A6, pengeboran Total di ladang gas Yadana terus berlanjut selama krisis Myanmar. Menurut anggota staf Total, manajemen perusahaan di Myanmar mengatakan bakal menghentikan pengeboran sumur tambahan di lokasi tersebut pada bulan depan.

Namun, keputusan itu tidak dibuat sebagai tanggapan atas tindakan keras mematikan yang junta militer “teroris” Myanmar. “Sebenarnya saat ini pengeboran akan dilakukan,” imbuhnya.

Total dijadwalkan terus mengekstraksi dan menjual gas dari ladang Yadana, bahkan saat pengeboran sumur baru dihentikan. Pada 2019, perusahaan migas Perancis ini menghasilkan pendapatan hampir USD 230 juta ke Myanmar. Lebih dari tiga perempatnya masuk ke MOGE dan sisanya dibayar pajak.

“Satu hal yang perlu diperhatikan tentang Total, mereka datang ke Myanmar pada 1992, tepat setelah pemberontakan 1988,” ujar seorang karyawan Total merujuk pada gerakan prodemokrasi yang meluas dan secara brutal dihancurkan rezim militer. “[Perusahaan] Itu beroperasi di wilayah yang dilanda perang dan negara-negara di mana diktator berkuasa, karena itu lebih menguntungkan bagi mereka,” tambahnya.

Selain mengoperasikan ladang gas Yadana dan memegang saham di blok A6, Total juga mengerjakan setidaknya tiga blok laut dalam lainnya di Laut Andaman, dan Blok Barat Yetagun.[]

Diperbarui pada ( 13 Maret 2024 )

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *