Asean Ubah Poin Konsensus Soal Pembebasan Tahanan Politik Myanmar

Para aktivis berjanji akan terus melanjutkan protes. Sehari setelah konsensus Asean dibacakan, unjuk rasa pecah di kota-kota besar Myanmar.

Pertemuan para pemimpin Asean di Jakarta, 24 April 2021. ©REUTERS

BNOW ~ Draf konsensus Asean yang beredar sehari sebelum pertemuan puncak para pemimpin Asia Tenggara tentang krisis Myanmar ternyata memuat poin tentang pembebasan tahanan politik. Namun dalam pernyataan terakhir pada Sabtu, 24 April 2021 di Jakarta, poin itu secara tak terduga dihapus.

Dua sumber yang melihat draf, dan meminta anonimitas, mengatakan kepada Reuters mereka terkejut bahasanya telah diubah. Namun, mereka tidak mengatakan bagaimana atau kapan draf konsensus Asean untuk Myanmar itu diubah.

Belum ada tanggapan dari Kementerian Luar Negeri Brunei Darussalam yang memimpin Konferensi Tingkat Tinggi Asean terkait hal itu. Namun, setelah konferensi beberapa pemimpin dan diplomat membuat komentar yang menunjukkan konsensus telah dicapai untuk menyerukan pembebasan tahanan politik.

“Malaysia mendorong diakhirinya kekerasan di Myanmar, pembebasan tahanan politik, dan utusan Asean bertemu dengan semua pihak yang terlibat,” ujar Menteri Luar Negeri Malaysia Hishammuddin Hussein di media sosial, Minggu.

Ketiadaan posisi kuat dalam masalah ini menyebabkan kekecewaan di antara para aktivis hak asasi manusia dan penentang kudeta. Mereka mengkritik pertemuan itu tidak banyak membantu dalam mengekang para pemimpin junta militer Myanmar.

Para aktivis berjanji akan terus melanjutkan protes. Sehari setelah konsensus Asean dibacakan, beberapa unjuk rasa pun pecah di kota-kota besar Myanmar.

“Apakah itu Asean atau PBB, mereka hanya akan berbicara dari luar dengan mengatakan ‘jangan melawan tapi negosiasikan dan selesaikan masalah’. Tapi itu tidak mencerminkan situasi dasar Myanmar,” ujar Khin Sandar dari kelompok yang menyebut diri Komite Kolaborasi Pemogokan Umum.

Beberapa orang juga berkomentar di media sosial mengkritik kesepakatan di Jakarta. “Pernyataan Asean adalah tamparan di wajah orang-orang yang dianiaya, dibunuh, dan diteror oleh militer. Kami tidak membutuhkan bantuan Anda dengan pola pikir dan pendekatan itu,” tulis pengguna Facebook bernama Mawchi Tun.

Aaron Htwe, pengguna Facebook lainnya, menulis: “Siapa yang akan membayar harga untuk lebih dari 700 nyawa tak berdosa?”

Baca Juga: Mampukah Para Pemimpin Asean ‘Menggoyang’ Bos Junta Militer Myanmar?

Aktivis Myanmar mengatakan 748 orang tewas dan 3.389 orang ditahan dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat oleh militer sejak kudeta 1 Februari.

Phil Robertson, Wakil Direktur Asia untuk Human Rights Watch mengatakan tahanan politik harus dilibatkan dalam setiap penyelesaian yang dinegosiasikan untuk krisis. Dia menyayangkan hanya bos junta Min Aung Hlaing yang mewakili Myanmar pada konferensi Asean.

“Kurangnya garis waktu yang jelas untuk bertindak, dan kelemahan Asean yang terkenal dalam melaksanakan keputusan dan rencana yang dikeluarkannya, adalah kekhawatiran nyata yang tidak boleh diabaikan siapapun.”

Konsensus Asean berisi lima poin sebagai usaha untuk semua pihak di Myanmar agar terlibat dalam dialog. Poin lainnya adalah diakhirinya kekerasan, utusan khusus Asean yang memfasilitasi dialog, bantuan kemanusiaan, dan kunjungan delegasi ke Myanmar bertemu semua pihak yang berkepentingan.

Pada pertemuan tersebut, para pemimpin dan perwakilan mereka memberikan pidato tentang situasi di Myanmar. Min Aung Hlaing yang terakhir menyampaikan pandangan. “Dia mengatakan dia mendengar kami, dia akan mengambil poin-poin yang dia anggap berguna,” ungkap Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.

Pemerintah Persatuan Nasional atau NUG yang terdiri dari tokoh-tokoh prodemokrasi dan perwakilan kelompok etnis bersenjata Myanmar menyambut baik konsensus Asean. “Kami menantikan tindakan tegas Asean menindaklanjuti keputusannya dan memulihkan demokrasi kami,” ujar Dr. Sasa, juru bicara NUG.

Konferensi Asean di Jakarta dihadiri para kepala negara dari Indonesia, Vietnam, Singapura, Malaysia, Kamboja, dan Brunei Darussalam, bersama Menteri Luar Negeri Laos, Thailand, serta Filipina. NUG tidak diundang tetapi berbicara secara pribadi dengan beberapa negara peserta sebelum pertemuan.

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *