Surat dari Aceh untuk 32 Saudaranya

Kalian sekarang terkejut dan takut ketika rakyat kalian dijemput “orang tak dikenal” dengan pakaian tertutup sampai wajah. Rakyatku sudah biasa.

Surat dari Aceh untuk 32 Saudaranya.

Saudara-saudaraku. Tiga puluh dua saudara dalam rahim Ibunda Pertiwi. Ini Aceh yang bicara. Masih ingat? Aceh, saudara sulung kalian di ujung Suwarnadwipa.

Saudara sulung yang memberikan emas sumbangan hasil keringat rakyatnya, untuk membeli pesawat kepresidenan pertama.

Saudara sulung kalian, yang langsung mengikrarkan kesetiaan, begitu proklamasi 1945 digaungkan.

Saudara sulung kalian yang paling kuat melawan kolonialisme dan berhasil bertahan merdeka sampai tahun 1930, sementara kalian semua sudah menyerah.

Saudara sulung kalian, yang kemudian kalian pasung, kalian lupakan, karena meminta pemenuhan janji yang dulu diucapkan para pemimpin kepadanya, untuk memiliki hak istimewa menjalankan syariat agama.

Baca Juga: Surat Kaleng 1949, Pandora di Balik Heroisme Aceh

Selama kalian melupakanku, lebih dari tiga puluh tahun rakyatku dipaksa terbiasa dengan New Normal. Situasi yang kurang lebih serupa dengan yang dialami rakyat kalian sekarang. Yang membuat kalian gelisah dan berisik itu.

Tiga puluh tahun rakyatku tidak bisa bebas bepergian. Razia setiap saat. Rakyatku tidak bebas bekerja.

Kemakmuran yang dulu dijanjikan sang Pemimpin tak kunjung datang. Rakyatku bahkan MCK saja tak punya.

Ketika mereka tak bisa buang hajat ke sungai karena dilarang keluar kampung, kantong plastik jadi sasaran!

Kalian sekarang terkejut dan takut ketika ada rakyat kalian dijemput “orang tak dikenal” yang mengenakan pakaian tertutup sampai wajah. Rakyatku sudah biasa dengan hal itu.

Kalian berduka karena ribuan rakyat kalian tewas misterius? Rakyatku terbiasa dengan situasi seperti itu selama lebih dari tiga dekade.

Rakyat kalian enggan mengaku punya gejala covid19 karena takut akan dikuburkan tanpa diantar kerabat? Katakan pada mereka, setidaknya kuburan mereka jelas.

Sementara ribuan mayat rakyatku entah di mana kuburnya. Kerabatnya bukan sekadar tak bisa mengantar, berziarah pun tidak bisa, karena tak ada yang menunjukkan letak kuburan itu.

Katakan pada rakyat kalian, berhenti egois! Berapa lama rakyat kalian tidak bisa berkegiatan bebas? Baru tiga bulan! Rakyatku mengalami itu selama TIGA PULUH TAHUN!

Katakan pada mereka, rakyat Aceh ikhlas social distancing karena mereka sudah mengalami yang lebih buruk.

Herd immunity tidak lebih menakutkan daripada bunyi berondongan senjata.

Baca Juga: Saya, Referendum Aceh, dan Cinta Segitiga Kuch-Kuch Hota Hai

Rakyat Aceh memilih untuk dikurung di rumah selama tiga bulan, daripada kembali mengalami tiga dekade teror yang hanya bisa dihentikan oleh bencana yang lebih besar: tsunami!

Katakan pada rakyat kalian, jangan cengeng. Tiga bulan dilarang nongkrong itu bukan hukuman. Itu prosedur masuk akal yang diperlukan supaya kalian tidak dicomot El Maut.

Kalian dijanjikan bebas berkegiatan kembali setelah pandemi ini reda. Rakyatku dulu tidak pernah tahu apakah teror yang menyungkup mereka akan ada akhirnya.

Rakyat kalian masih bisa silaturrahim dengan video call, dengan Zoom. Rakyatku dulu hanya bisa menahan rindu, pada kerabat yang suatu hari dibawa entah ke mana oleh entah siapa.

Katakan pada rakyat kalian, hemat-hematlah para tenaga kesehatan kalian. Sayangi dan hargai jerih payah mereka.

Ingat, selama puluhan tahun rakyatku bahkan tak memiliki akses ke fasilitas kesehatan.

Percayalah, sungguh tidak enak hanya bisa mengobati luka-luka bekas penganiyaan melulu dengan buah pala dan minyak kelapa!

Hanya bisa diam menahan sesak akibat sepatu bot mampir ke dada!

Baca Juga: Gara-gara Harga Tiket Pesawat, Aceh Akhirnya Merdeka

Saudaraku, katakan pada rakyat kalian untuk berhenti cengeng dan mulailah memikirkan kepentingan orang banyak.

Berhenti berbuat hedonis dan mulailah mengumpulkan bekal untuk Hari Akhir.

Sebab, percayalah, rakyatku tidak tahu bahwa gempa pada pagi hari itu akan berakhir dengan kiamat bagi sebagian besar Tanah Aceh. Percayalah, maut tidak pernah menyapa dengan salam lebih dulu.

Katakan pada mereka, berhentilah egois dan mulailah bertenggang rasa. Percayalah, kalian tidak ingin pandemi ini harus diakhiri dengan tsunami.

Percaya padaku, karena aku Aceh. Aku saudara sulung kalian.

Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )

Facebook Komentar

3 thoughts on “Surat dari Aceh untuk 32 Saudaranya

  1. Barakallahu laka, orang yg mampu menahan diri dari godaan hawa nafsu dan sabar menghadapi cobaan itulah insan yg beruntung dalam kehidupan dunia ini.
    In Sya Allah kita akan diberikan keberkahan oleh Allah Azza Wa Jalla Yang Maha Rahman dan Yang Maha Rahiim dunia dan akhirat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *