Romantika Cinta Beda Usia di atas Empuknya Kasur Air Licorice Pizza

Licorice Pizza menuntun kita pada kegigihan seorang bocil berponi lempar yang merayu calon pacarnya dengan kata-kata alakadar sambil menjual kasur air yang diklaim lebih empuk ketimbang ranjang pegas.

Cover Licorice Pizza

Saya baru saja menonton film Licorice Pizza hanya gara-gara setelah membaca review yang ditulis seorang Pak Dos yang juga member grup Hobi Nonton. Review beliaw sangat menarik karena usai membacanya, saya langsung klik judul film tersebut di salah satu aplikasi streaming. Padahal saya lagi malas-malasnya nonton film. Ibarat kata, banyak judul film yang sudah saya add ke dalam “keranjang belanja online”, tapi tak pernah “checkout” nontonnya.

Bukan kenapa-kenapa, sebagai ayah yang profesional, saya sekarang mesti merelakan jam terbaik menikmati film saat malam hingga azan Subuh berkumandang seperti masa lajang dulu, tergerus oleh “polusi” jeritan dan tangisan bayi, yang Subahanallah-nya selalu aktif waktu malam.

Lalu, apa sih yang menarik dari Licorice Pizza yang bergenre drama komedi romantis itu? Tak ada. Biasa saja. Dramanya tidak sedramatis Romeo-Juliet. Komedinya juga tidak lebih lucu dari A Million Ways to Die in the West. Bahkan nuansa romantisnya tidak sebaper Miran merayu Rayyan dalam bingkai Hercai—drama Turki paling fonemenal.

Tapi entah kenapa, panitia tujuhbelasan Oscar 2022 memasukkan Licorice Pizza dalam nominasi film kategori Best Picture. Tak hanya itu, Licorice Pizza juga memenangi 51 penghargaan lainnya dalam berbagai ajang award perfilman di Estados Unidos de América alias US dan Gran Bretaña alias UK. Apam kali, kan?

Kalau mau berkenan baca ulasan panjang soal film Lizorize Pizza versi saya, begini ceritanya:

Film dibuka dengan memperlihatkan anak-anak sekolah sedang mengantre untuk sesi hari pemotretan. Jangan tanya dalam rangka apa. Tapi…di baris antrian itu, terjadi dialog genit antara seorang aneuk muda raya panyang, Gary Valentine (Cooper Hoffman) dengan salah satu wanita cantik bertubuh langsing yang sigap mengatur baris antrian, Alana Kane (Alana Haim).

Ternyata, Mas Paul Thomas Andersson (PTH) sang sutradara rangkap penulis cerita berdasarkan kisah hidupnya, sekaligus juga yang merekam gambar, langsung to the point memperkenalkan hero dan heroin—sebutan melayu jiran untuk lakon aktor dan aktris utama—dalam satu frame di menit-menit awal film.

Mungkin, perkenalan hero dan heroin yang berbeda usia itu dilakukan untuk membuka secepatnya lembaran baru kisah cinta seorang anak SMA berponi lempar, Gary, yang naksir dengan “gurunya”, Alana.

Gary, 15 tahun, juga seorang aktor remaja. Sedangkan Alana, 25 tahun, nyambi jadi asisten fotografer yang kebetulan lagi dapat job take foto siswa-siswi sekolahnya Gary.

Dari pertemuan tersebut, Gary yang bertampang “sedikit” lebih boros dari usianya karena ditopang oleh tubuhnya yang tinggi besar, nekat mengajak Alana dinner. Awalnya, tentu saja Alana tidak menanggapi. Dia menganggap Gary masih bocil walaupun terlihat seperti “pria dewasa” hasil karbitan. Tapi, ujuk-ujuknya, Alana bersedia berteman juga.

Licorice Pizza. (© imdb.com)
Licorice Pizza. (© imdb.com)

Nah, kalau Bree suka nonton film yang dibintangi aktor ganteng, percayalah, pemeran utama aktor Licorice Pizza bakal jauh dari harapan kalian. Aktornya pendatang baru, tidak ganteng pula, yang kalau dibandingkan dengan saya, ya masih jauh di atas sayalah, ya. Wkwkwk…

Kalau ibarat kata lagi, hero dalam film ini—mengutip celotehan Mamat Alkatiri dalam Podcast Deddy Corbuzer, seperti Babang Tamvan kita, Andika Kangen Band, yang tidak disukai sama banyak orang, tapi lagu-lagunyanya dihafal semua. Fak dah…

Sementara heroinnya lumayan cantiklah. Aura seksi dapat banget dengan pembawaan suasana hati cewek yang insecure. Walaupun lagi-lagi jauh dari sempurna bila dibandingkan peran-peran mewah Gal Gadot yang seksi, penuh percaya diri. Tapi, baik Gal Gadot dan Alana memang sama-sama berdarah Yahudi.

Jadi, jangan berkecil hati bila bintang utama bukan dari kalangan bintang top papan atas Hollywood. Justru debut pertama Alana Haim tandem Cooper Hoffman lah yang mampu menghidupkan kedua karakter anak muda beda usia tampa dihantui background karakter film manapun.

Misal, Brie Larson yang malah tidak mampu menghidupkan karakter Captain Marvel. Entah karena memang begitu pembawaan karakter Brie yang datar, atau mungkin terbawa suasana dari peran sebelumnya sebagai wanita putus asa di film Room yang memenangkan Oscar 2015.

Baca juga review film lainnya:

Kelebihan Licorice Pizza dalam memasangkan artis baru, membuat karakter dan kemistri Alana sama Gary tumbuh secara alami, tampa dihantui peran-peran sebelumnya. Tak hanya itu, usia jomplang antara Alana dengan Gary, juga sama di kehidupan nyata. Haim lebih tua 10 tahun dari Hoffman. Dan berkat tangan dinginnya, sang chef Paul berhasil “mengulen” Hoffman yang tak pernah akting sebelumnya, menjadi aktor muda yang “masak” dengan sempurna.

Uniknya lagi, judul film Licorice Pizza dengan jalan cerita yang naik turun, tidak sedikitpun menyinggung tentang adonan pizza atau sebuah hubungan yang tiba-tiba bersatu setelah licorice (tanaman herbal akar manis) tumpah ke dalam loyang pizza. Nooo….

Tidak juga seperti konten vidoe YouTube Raditya Dika: “Perang Pizza Alana sama Gary! Mencari Yang Terenak”. No. No. Atau kisahnya berhubungan dengan sejarah berdirinya francise pizza Amerika karena ber-setting tahun 70 puluhan di pinggiran San Fernando Valley, California. No. No. No.

Betul-betul tidak ada hubungan dengan makanan pizza sama sekali. Bahkan adegan makan pizza sekilas pun tidak nampak sepanjang durasi film 2 jam 13 menit. Ibarat kata lagi, film ini agak-agak mirip dengan fenomena judul berita MOM (media online mainstream) saat ini. Judul beritanya kuda, isi beritanya cara membuat belacan. Antara judul dengan isinya nggak nyambung karena yang penting cuan.

Tapi, menurut Thrillist, Licorice Pizza sendiri adalah nama jaringan toko kaset yang didirikan pada kurun 1969 di California, yang sekarang udah nggak ada lagi. Ini juga yang menjadi kritik beberapa blog film karena Paul tidak menampilkan sama sekali toko dimaksud dalam filmnya.

Alih-alih kaset, Licorice Pizza justru menampilkan bisnis kasur air. Diceritakan bagaimana Gary sukses menjual dan membangun bisnis kasur air bersama Alana. Tapi kesuksesan toko kasus air itu tak berlangsung lama setelah krisis minyak melanda Estados Unidos pada 1970-an.

Untung saja ini fillm bukan berita, tak penting judul harus sesuai dengan plot cerita. Macam judul film produksi Indonesia, Brownies-nya Mas Hanung Bramantyo. Tidak bercerita tentang kue itu sendiri, melainkan filosofinya, citarasa cerita cinta anak remaja dengan akar konflik diri mereka masing-masing.

Inti dari hidangan menu Licorice Pizza seperti membakar pizza jauh panggang dari api. Kisah perjuangan Gary mendapatkan cinta Alana sekayak cuaca bulan Desember, panas-panas dingin tak jelas. Saat Gary terlampau panas, Alana mendadak agak crispy. Ketika Gary dingin, Alana malah melempem. Seakan kita sebagai penonton mesti secepatnya melempar mereka berdua ke dalam tungku pizza agar film segera tamat.

Mungkin, agar film tak terlalu monoton, Paul juga menabur sederet bintang-bintang top Hollywood di sela-sela adegan. Muncullah wajah Bradley Cooper, Sean Penn, Tom Waits, George DiCaprio yang ikut menghiasi “toping tambahan” Licorice Pizza. Apakah dengan kemunculan mereka, Licorice Pizza menjadi makin enak dinikmati? Entahlah.

Yang pasti, Licorice Pizza ikut membawa kenangan saya pada film Indonesia bertema kurleb sama, I Love You, Om. Di sini ada Dion, cewek bocil yang jatuh cinta pada Om Gaza yang berusia 35 tahun. Di kehidupan nyata, I Love You Om memang lebih absurd ketimbang Licorice Pizza. Namun, sering sekali muncul berita viral, “siswa menikah dengan ibu guru sekolahnya”. Nah, kalau true story seperti Dion yang jatuh cinta pada Om Gaza kayaknya jarang terjadi. Yang banyak kasusnya, kakek-kakek menikahi anak cewek di bawah umur. Hadeww….

Akankah kisah cinta beda usia Gary sama Alena berakhir happy ending? Soalnya di menit-menit awal, Gary berkata pada adik kesayangannya, bahwa dia telah menemukan calon istrinya. Atau, kisah cinta mereka justru berakhir tragis, layaknya kasur air yang bocor.

Saksikan saja Licorice Pizza seperti menikmati potongan pizza hingga tersisa satu potongan terakhir. Dibuang sayang, dipaksa makan perut sudah kenyang, tapi aroma pizza nggak pernah bikin bosan, seperti karakter Gary-Alana yang banyak menuai pujian dan penghargaan.

Diperbarui pada ( 29 Juni 2022 )

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *