Pulang kampung telah menjadi tradisi para perantau Aceh di masa lalu. Terutama bagi peniaga-peniaga yang pergi berdagang ke negeri yang jauh.
Puasa menjadi alasan utama mereka harus pulang karena bulan suci ini disambut secara gembira. Akhir Syakban, mereka telah bersiap-siap pulang agar dapat menjalankan ibadah puasa di kampung bersama keluarga masing-masing.
Tak lupa, setiap dari mereka membawa buah tangan untuk keluarganya. Baik itu bahan-bahan untuk berbuka puasa maupun oleh-oleh semisal kain-kain baru.
Membawa hadiah macam itu telah menjadi suatu kebiasaan bagi para pedagang tersebut, demikian diceritakan Moehammad Hoesin dalam Adat Aceh (1970).
Tidak mengherankan, para pedagang harus selalu menghemat pengeluaran mereka selama di perantauan.
Selain oleh-oleh, orang-orang yang kembali itu membeli daging pada hari mameugang untuk dimakan bersama keluarganya.
Sehari sebelum puasa orang Aceh menyembelih daging kerbau atau lembu untuk keperluan selama Ramadan. Sie balu (balur) dan sie meucuka (daging yang dimasak dengan memakai cuka enau supaya tahan lama) juga disediakan.
Para perantau menghabiskan waktu bersama keluarga hingga hari raya Idul Fitri tiba. Mereka memanfaatkan dengan baik momentum Ramadan sebagai bulan khusus untuk beribadah.
Mereka bersama keluarganya akan hidup tenang selama puasa dan tidak akan membanting tulang layaknya bulan-bulan lain.
Secara umum, suasana di Aceh memang tenang selama puasa. Bahkan, tulis Hoesin, pemerintah kolonial Belanda menghentikan sementara kerja rodi. Selain itu, pengutipan belasting atau pajak tak dilakukan.
Belanda tahu, jika dua hal tersebut di atas dilanggarnya, niscaya pecah ribut di seulingka negeri. Keamanan akan terganggu dan mereka bakal pusing tujuh keliling.
Di kalangan rakyat, sultan menetapkan adat yang patut dipatuhi bersama. Rakyat Aceh yang sudah wajib berpuasa, mestilah melakukannya. Yang melanggar bakal mendapat hukuman setimpal.
Orang yang tidak berpuasa karena sesuatu sebab yang sah, dilarang makan, minum, dan merokok di hadapan umum.
Semua kedai tidak dibolehkan menjual bahan-bahan makanan. Menjelang dekat waktu berbuka barulah larangan ini boleh dilanggar.
Lazimnya, setelah habis puasa enam atau puasa Syawal, barulah para peniaga Aceh perantau kembali ke pekerjaan masing-masing. Ramadan tahun depan, mereka akan pulang lagi untuk berpuasa bersama keluarganya.
Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )
One thought on “Sahur Stories: Pulang Kampung”