Sahur Stories: Kadra Asin Sambal Lado

Setelah semua kadra diangkat dari wajan, tanpa perlu melakukan kontemplasi mendalam, Wak Non pindah ke fase sambal lado.

Breedie sahur stories: sambal lado

Kalau ada yang bertanya masakan apa yang saya rindukan sekarang? Ikan asin goreng sambal lado yang dimakan dengan nasi panas.

Ini salah satu menu di pesantren yang melekat di lidah hingga sekarang.

Selama tiga tahun di pesantren, mamam ikan asin sambal lado dengan nasi panas adalah ritual kesukaan saya.

Padahal, makanan ini sangat simpel. Namun, mampu membikin saya ngences setiap kali mengingatnya.

Ikan asin yang digoreng tersebut jenis kadra atau belanak. Ukurannya mungil, tak lebih besar dari dua jari orang dewasa, dan banyak sisik.

Bukan saya yang mengolah kadra-kadra asin tersebut. Itu tugasnya Wak Non, juru masak di pesantren kami. Kewajiban saya hanya memakannya hingga ludes sampai tulang.

Wak Non menggoreng kadra-kadra asin itu hingga garing tanpa membersihkan sisiknya.

Setelah semua kadra diangkat dari wajan penggorengan, tanpa perlu melakukan kontemplasi mendalam, Wak Non pindah ke fase selanjutnya, menyiapkan sambal lado.

Cabe-cabean yang dibeli di pasar tempo hari kemudian digiling. Potongan-potongan tomat yang dipotong kasar ikut masuk menemani cabe-cabean hingga terciptalah sambal lado.

Sambal yang pedas, yang mampu membuat mulut bergetar dan lidah bergoyang, kata Ayu Ting Ting.

Kadra sudah digoreng, sambal telah ready, waktunya makan. Ini dia ritual yang saya lakukan.

Pertama-tama, saya menyiapkan nasi panas. Setelah itu menambahkan tiga hingga empat ikan asin.

Walaupun judulnya ikan asin, kadra-kadra ini tidak seseram seasin yang dibayangkan.

Di atas ikan dan nasi panas, saya tambahkan sambal lado. Sebagai pelengkap, saya taburkan sedikit garam di atas nasi secara merata.

Karena saya suka pedas, biasanya beberapa cabe rawit ikut menemani acara makan. Ya, hitung-hitung biar ada yang berwarna hijau dalam piring karena tidak ada sayur.

Sebelum membaca doa makan, kadra asin saya bersihkan sisiknya. Kemudian mengaduk sambal bersama nasi.

Setelah itu baca doa makan dan langsung makan nasi serta ikan asin sekaligus.

Bagi yang mau mencoba, perlu diingat kalau peraturan makan ikan asin pada umumnya tetaplah berlaku.

Tak boleh makan ikan asin sekaligus dalam ukuran besar. Cuil sedikit demi sedikit agar terasa benar nikmatnya.

Supaya sensasi bertambah, cabe rawit jangan lupa diajak serta. Gigit cabe-cabe itu setiap dua kali suapan agar ritme makan terjaga sempurna.

Jangan lupa pastikan air minum juga tersedia. Supaya ketika pedasnya telah sangat membara di lidah, ada air yang akan menolong.

Terkadang, insiden salah gigit cabe rawit memang akan berujung penderitaan sepanjang hari karena kepedasan. Makanya, jaga baik-baik lidahmu.

Karena diproses secara sederhana dan merakyat plus syar’i, ikan asin dengan sambal lado dan nasi panas menjadi menu yang selalu bertengger dalam kenangan saya akan masa-masa di pesantren.

Jika rindu menu tersebut, saya akan membuatnya sendiri. Namun, rasanya memang tidak pernah sama. Tidak seenak kadra asin dan sambal lado hasil racikan Wak Non.

Mungkin, selain garam, Wak Non juga menambahkan bumbu cinta dalam masakannya itu. Makasih Wak Non…We love you eungkot masen sambal lado.

Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *