Kita dan Mariana Utara, Siapa Lebih Bahagia?

Kita telah lama dielu-elukan dan mengelukan diri sebagai bangsa besar. Karena itu, sebagai bangsa besar, kita dituntut tidak cepat berpuas diri. Tidak boleh kalah. Jika kalah akan malu.

Ilustrasi Indonesia vs Mariana Utara @bisnis.com

~ Sudahkah Anda bahagia hari ini?

Mungkin, bagi banyak suporter klub-klub besar sepakbola, Mariana Utara adalah lelucon terbaik tahun ini. Mungkin juga, bagi suporter timnas, Mariana Utara adalah canda terbaik untuk meredakan jengkel di tengah hiruk pikuk negeri yang dimangsa aksi pelemahan KPK, kebakaran hutan, hingga tragedi Papua.

Menonton kekalahan tim nasional Persemakmuran Kepulauan Mariana Utara, sebuah daerah kepulauan dan persemakmuran Amerika Serikat, membuat kita menepis ingatan akan aksi hebat KPAI yang menghentikan audisi bulutangkis. Membuat kita rehat sesaat melihat buzzer berkeliaran di linimasa demi membela yang bayar.

Saya mungkin terlalu jauh. Tapi begini, jika boleh berandai-andai, apa yang akan terjadi pada suporter timnas kita bila kualitas tim kebanggaannya seperti Mariana Utara?

Akan jadi apa stadion itu? Jadi peyek, tentu saja. Rumput-rumput akan dicongkel, jaring gawang akan dirobek. Bangku-bangku stadion akan punah dimakan tendangan para suporter yang kecewa.

Ini masih sebatas urusan di kalangan suporter. Coba tebak apa yang bakal yang terjadi di level atas sepak bola Indonesia? Mencari pelatih baru, merombak timnas, bisa jadi lebih dari itu akan dilakukan.

https://www.instagram.com/p/B3YnvCyHUf-/

Hal ini wajar-wajar saja. Kita telah lama dielu-elukan dan mengelukan diri sebagai bangsa besar. Karena itu, sebagai bangsa besar, kita dituntut tidak cepat berpuas diri. Tidak boleh kalah. Jika kalah akan malu.

Mariana Utara tidak demikian. Mungkin, karena terpencil dan dikepung lautan Pasifik, mereka cukup bersahaja menikmati kekalahan. Tidak ada yang pingsan di lapangan saking emosinya menahan kekalahan. Tidak ada tekel-tekel maut yang kerap terjadi pada tim-tim kalah.

Sangat mencengangkan pula melihat reaksi anak-anak Mariana Utara ketika sebiji gol tercipta. Pemain, ofisial, hingga tukang urut tim merayakannya secara meriah. Seolah-olah itu gol balasan. Padahal, cuma gol hiburan.

Mereka telah kalah telak sejak babak pertama. Tanpa diprediksi oleh pengamat bola yang pintar sekali pun, Mariana Utara tak ada harapan lagi. Tapi mereka tetap bermain hingga menit terakhir dengan penuh loyalitas. Tanpa saling menyalahkan, para pemain tetap melanjutkan serangan dengan rasa bangga. Mereka berjuang penuh percaya diri.

Mariana Utara sadar mereka bukan lawan sepadan Indonesia. Mereka bukan Malaysia, Thailand, atau Vietnam. Tak perlu mengamuk kalau kalah. Maka, ketika jala gawang sebuah tim besar dari negara besar seperti Indonesia bisa robek oleh satu gol saja, mereka bangga. Lebih tepatnya bahagia. Kita, mungkin tidak pernah dan tak akan sebahagia itu jika kalah 15-1. Sudah begitu takdir kita sebagai warga negara +62.

Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *