Senin siang kemarin bertambah satu hari lagi dalam daftar hari sial yang pernah saya alami. Penyebabnya, mungkin sepele bagi banyak orang tapi tidak buat saya. Kartu Bank Syariah Internasional BSI saya tertelan mesin Anjungan Tunai Mandiri tersebut.
Sh*t! Ini kesekian kalinya kartu BSI saya di-mamam mesin ATM. Heran betul, kok, mesin ATM BSI ini hobi banget nelan kartu. Apa sejak ia menetas tak pernah dikasih makan sama majikannya? Atau ia memang sejenis Omnivora yang menyaru sebagai kotak jelek bersegi, memakan apa saja yang dihidangkan, yang dalam hal ini, tentulah kartu ATM para nasabahnya.
Kali pertama kartu BSI saya tertelan mesin ATM, saya sampai nangis darah campur bombai. Betapa tidak, insiden itu terjadi kala saya sedang gabuk-gabuknya menarik uang untuk keperluan penting hari itu juga. Saat itu saya sedang mengurus sidang skripsi. Dan duit itu perlu untuk kopi mengkopi segala macam kertas, termasuk uang kopi, bagi saya pribadi.
Kebayang nggak, sih, di saat kita butuh cepat, kartu ATM sebagai satu-satunya tempat menyimpan harta karun yang tidak seberapa itu, tertelan. Duit memang sudah terambil, dan yang sisa di situ masih lumayanlah buat jaga-jaga, siapa tau stok indomie di kosan ditilep teman.
Maka, dengan air mata meleleh di pipi, saya membawa tubuh ini dengan gontai, menaikkannya ke sepeda motor, dan ngebut ke kantor BSI terdekat. Di sana, saya melapor kronologi kejadian kepada pelayanan bagian pelanggan yang sering disingkat banyak orang yang doyan singkatan sebagai CS. Setelah mendengar “kecelakaan” kartu ATM yang saya alami, si Kakak CS mengatakan kartu ATM baru akan dibuat. Tapi, ia dengan santai menyebut perlu biaya Rp50 ribu untuk membuat ATM baru.
Apaaa… gigimu tonggos semua??? Kok, saya kena casan sebanyak itu? Alasan si Kakak CS, itu seperti membuat rekening baru. Padahal, buku rekening ada saya bawa hari itu. Ngapain pula alasannya buat rekening baru?
Daripada debat tak jelas, saya berikan saja uang yang diminta si Kakak CS, dengan niat yang saya buat-buat agar tampak ikhlas, yakni sedekah. Siapa tau, dengan sedekah saya itu, BSI bisa berbenah lebih baik dan tidak ada lagi kejadian-kejadian serupa di masa mendatang.
Baca Juga: Ditolak Si Jenius, Dicerai Mati BCA, Lalu Kawin Lari Sama Bank Jago
Ya, saya tau, selama ini ada begitu banyak orang mengeluh soal BSI di media sosial. Mulai dari mantan wali kota sampai mahasiswi kayak saya. Keluhannya macam-macam, dari ATM yang tidak berfungsi karena kehabisan uang (dimakan ATM-nya mungkin, yah??) sampai kejadian yang menimpa saya. Beberapa keluhan itu masuk berita tapi setelah itu sepi. Mungkin wartawannya boring kali ya, nggak habis-habisnya masalah BSI ini sampe malas nulis beritanya, hihihi.
Setelah membayar sejumlah uang, yang sebenarnya sangat banyak untuk ukuran penggangguran-jelata-terpelajar seperti saya, kartu ATM baru pun saya kantongi. Tapi, setelah itu muncul sesuatu yang mirip paranoid saban kali pergi ke ATM BSI. Biasanya, yang saya bayangkan dan ucapkan dalam hati adalah, semoga Mamak lebihin dikit jatah bulan ini. Sekarang, yang duluan saya lakukan adalah meminta kepada Yang Maha Kuasa agar ATM saya tidak ditelan mesin BSI.
Doa-doa itu mujarab, hingga Senin lalu, kesaktiannya luntur seperti noda tersapu bayclin. Saya mencoba mencari hikmah di balik semua itu tapi tak kunjung menemukannya. Saya ingin kembali ke kantor BSI dan melaporkan kejadian itu tapi duit yang tersisa di ATM cuma Rp50 ribu. Alah, percuma juga jika mesti membayar Rp50 ribu untuk membuat ATM baru. Masak gara-gara duit Rp50 dan kartu ATM BSI baru saya harus menggadaikan martabat membayar lagi? Jak lampageu!
Saya lelah dan muram tentu saja. Tapi saya tak mau air mata keluar lagi hanya demi ATM sebiji itu. Drama sekali. Apa kata Opa-opa Drama Korea itu nanti jika saya lebih drama dari mereka. Lebih baik, saya simpan air mata ini untuk menampung kebahagiaan saya pas wisuda nanti.
Jadi, BSI, sebaiknya sampai di sini saja hubungan kita, ya. Ketimbang awak malu seumur hidup menceritakan hal ini kepada Mamak dan anggota keluarga yang lain. Bagaimana si bungsu yang terpisah jauh dari keluarga ini ditimpa sial yang sama melulu.
Karena itu, bye-bye BSI, lebih baik saya pergi dari ATM-mu, untuk selama-lamanya. Forget me forever. Forget you ever knew my name, my name, my name, my name… Hapuslah nama dan dataku, kalau bisa. Biarlah diriku menatap masa depan bersama bank yang (katanya) menjadi kebanggaan rakyat Aceh, yang sejauh ini (katanya lagi) mempunyai kinerja bagus dan terukur. See you BSI, Assalamualaikum Bank Aceh, annyeong haseyo…
Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )