Oposisi Myanmar Rayu Rohingya Bergabung Melawan Rezim Militer

Etnis Rohingya dipandang sebagai orang asing di Myanmar dan selama beberapa periode kepemerintahan, kewarganegaraan mereka ditolak.

Pengungsi Rohingya menuju kamp pengungsian dekat Cox's Bazar, Bangladesh, 19 Oktober 2017. Foto: Reuters

BNOW ~ Politisi oposisi Myanmar yang membentuk Pemerintah Persatuan Nasional atau NUG, merayu etnik Rohingya agar mau bergabung dalam barisan melawan rezim junta militer. Dalam pernyataannya pada Kamis, 3 Juni 2021, NUG menawarkan keadilan dan kewarganegaraan Myanmar kepada Rohingya.

Rohingya dipandang sebagai orang asing di Myanmar dan selama beberapa periode kepemerintahan, kewarganegaraan mereka ditolak. Termasuk oleh pemerintahan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi atau NLD pimpinan Aung San Suu Kyi.

NLD bahkan menghindari penggunaan istilah Rohingya. Alih-alih, mereka menyebutnya kelompok etnik minoritas Muslim di negara bagian Rakhine. Bahkan pada 2019 Suu Kyi mengejutkan pengamat internasional ketika dia melakukan perjalanan ke Den Haag untuk membela militer Myanmar dari tuduhan genosida terhadap Rohingya.

Apes, Suu Kyi dan NLD kemudian dikudeta rezim junta. Sekarang, tampaknya sikap NLD itu bakal berubah seiring berbaliknya situasi di Myanmar. NUG, yang diisi banyak politisi NLD mengatakan seluruh rakyat Burma bersimpati pada penderitaan Rohingya. “Karena semua sekarang mengalami kekejaman dan kekerasan yang dilakukan militer.”

NUG yakin dengan mengandalkan solidaritas rakyat mereka dapat membangun persatuan yang mampu memenuhi kebutuhan semua orang di masa depan.

Sebagai bentuk rayuan kepada Rohingya, NUG menyarankan pembatalan undang-undang kewarganegaraan 1982. Regulasi ini yang membuat orang-orang Rohingya tak memiliki identitas sebagai warga negara hingga kini. Undang-undang itu, kata NUG, akan dicabut setelah konstitusi baru dirancang. Setelah itu, kewarganegaraan orang Rohingya akan didasarkan pada kelahiran di Myanmar, atau kelahiran di mana saja sebagai anak warga negara Myanmar.

NUG juga berkomitmen memulangkan orang Rohingya yang terpaksa melarikan diri dari kekerasan militer. Mereka berjanji akan secara aktif mencari keadilan dan pertanggungjawaban atas semua kejahatan yang dilakukan militer terhadap minoritas yang teraniaya itu.

Baca Juga: Mantan Ratu Kecantikan Myanmar Angkat Senjata Melawan Rezim Junta

Pernyataan NUG disambut pakar hak asasi manusia sebagai langkah maju dalam mengembalikan hak penuh bagi Rohingya yang mengalami diskriminasi dan kekerasan selama puluhan tahun. “Saya berharap pernyataan itu menandai awal menuju perdamaian, keadilan, dan keamanan bagi Rohingya,” ujar Tom Andrews, pelapor khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Myanmar. Pemerintah internasional, tambah Andrews, harus meningkatkan tekanan pada junta agar komitmen NUG dapat segera terwujud.

Di sisi lain, janji dan komitmen itu terlihat sebagai upaya memperjelas posisi NUG terhadap status Rohingya di Myanmar. Sebagai pemerintahan tandingan junta militer, NUG harus mencari pengakuan internasional karena Amerika Serikat sebelumnya mempertanyakan sikap mereka terkait Rohingya. NUG ditantang memberikan komitmen untuk mengakui orang Rohingya sebagai warga negara.

Terlepas dari itu, Presiden Organisasi Rohingya Burma Inggris, Tun Khin, juga menyambut baik pernyataan NUG. Namun, Khin meminta kejelasan lebih lanjut, termasuk tentang bagaimana NUG akan berkomitmen mencari keadilan internasional bagi Rohingya.

“Yang terpenting, NUG harus mengakui bahwa genosida sedang terjadi terhadap Rohingya. Jika kita tidak bisa menghadapi kenyataan masa lalu, tidak mungkin kita bisa membangun masa depan bersama.”

Hampir 900 ribu orang Rohingya hingga kini masih terjebak dalam kondisi kumuh dan penuh sesak di kamp-kamp pengungsi di negara tetangga Bangladesh. Ini termasuk sekitar 750 ribu orang yang terpaksa melarikan diri ke perbatasan pada 2017, ketika militer melakukan genosida kekerasan, pemerkosaan, pembunuhan, dan pembakaran rumah.

Menurut Myanmar Now, langkah NUG kemungkinan akan menimbulkan kontroversi di kalangan aktivis antirezim. Sebagian besar masyarakat Myanmar masih menentang keras penempatan Rohingya sebagai salah satu “ras nasional” di negara itu.

Diperbarui pada ( 13 Maret 2024 )

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *