Menyisir Arti Kopi Dara(t) alias Kopdar Sejak Generasi X Hingga Milenial

Ada yang berpendapat istilah kopdar ini jadul punya. Kopdar ini populer pada awal 1980-an hingga akhir 90-an, yang memperkenalkannya adalah generasi X.

Ilustrasi Kopi Darat aka kopdar

~ Lain padang lain belalang. Lain di darat lain di udara

Smpada* sebuah platform media sosial ada seorang admin yang sok cool bin norak menyebut dirinya Bang Bree mengajak ngobrol tentang malam Minggu. Kata Si Bang Bree ini lebih baik kopdar beneran ketimbang kopdar di dunia maya. Benar kali ini ya.

Kalau dihitung-hitung berapa banyak sih kita habiskan waktu di sosmed ketimbang dunia nyata? Jangan-jangan kita memang lebih sering mondar-mandir di lini masa (bule nyebutnya time line) yang isinya kebanyakan cewek pakai baju kurang kain. Acapkali juga berantem, bahasa kerennya twitwar, sama selebtwit sekalian pansos alias panjat sosial (bule bilangnya social climber).

Dan, setelah capek kita pun tertidur, ngorok, dan iler kita tumpah di status mantan yang memajang fotonya dengan tajuk “maafkan daku yang dulu”. Halah, bgsd!

Di kala kita sibuk dengan sosial media tanpa memerhatikan sekeliling itu bahaya sekali. Tapi, masih lebih bahaya efek dari meledaknya reaktor nuklir Chernobyl, sih. Makanya, terkadang ada beberapa teman kalau udah duduk ramai-ramai pada taruh itu handphone di atas meja supaya tak meledak dan mereka saling bicara. Selain hikmahnya tidak menggunakan gawai saat berbincang-bincang, di sisi lain (sebelah mana?) juga momen mendekatkan iPhone dengan Android tanpa adanya kasta, ehehe.

Nah, ketika orang-orang pada duduk meriah bersama-sama seperti ini kita juga bisa menyebutnya kopdar a.k.a kopi darat. Ada yang berpendapat istilah kopdar ini jadul punya. Jika mengecek omongan Mbah Wiki, kopdar ini katanya populer pada awal 1980-an hingga akhir 90-an, yang memperkenalkannya adalah generasi X yang beriman dan bertakwa. Gen X ini seniornya milenial dan gen Z. Rata-rata mereka mengidolakan Pak Haji Oma…tet!!

Istilah kopdar muncul dari kalangan pengguna radio amatir yang terbiasa berkomunikasi di “udara” (ciieeh) alias ngebrik, lalu berlanjut dengan mengadakan tatap muka. Sebagai kids zaman now, mungkin ada Breeders yang confused kalau disebut, kok orang bisa ngobrol memakai redio? Tentu bisa, Nak. Pengguna radio amatir tersebut menggunakan walkie talkie atau handy talkie, bukannya ramai-ramai datang ke stasiun radio.

Berbeda dengan percakapan lewat telepon, ucapan awal pas pembukaan ngebrik itu bukan ‘halo’ tapi ‘break’. Ketika ‘break’ diucapkan maka yang menerima akan bilang ‘masuk’ pak eko. Percakapan radio ini juga punya istilah penting lain yaitu copy. Artinya: banyak, ketemu, akur, cocok. Dari sinilah muncul istilah kopdar tersebut. Sampai di sini clear ya? Oke, di-copy.

https://www.instagram.com/p/BvBaQtGnYBq/

Kopdar versi saya

Sebagai milenial yang baik, saya tetiba gatal untuk memplesetkan kopdar menjadi dua versi. Kamu yang tak sepaham jangan emosi dulu, yak. Pertama (macam pidato aja, Dek) menurut saya kopdar itu adalah kopi dara. Kenapa demikian? Karena kopi dara berkesan lebih indah saja.

Apalagi, di Aceh yang pada 3010 nanti akan dijuluki “negeri semiliar warung kopi”, budaya kopi dara ini sudah mewabah di mana-mana. Banyak warung kopi sengaja berdiri untuk memenuhi keinginan hasrat para dara Aceh untuk minum kopi. Para dara tentu berhak meminum kopi di warung karena mereka juga bagian dari revolusi industri 4.0.

Tentunya, secara kasat mata yang ditenggak para dara kebanyakan bukan “kopinya lelaki” seperti kopi tubruk, kopi sareng, atau kopi pancong. Mereka misalnya, meminum mocchacino sambil ngerumpi isi postingan Lambe Turah, bergosip sekenanya dan adakalanya membicarakan pasangan masing masing. Hmm, asal jangan ngomong depan orang yang jomblo, saya tahu rasa sakitnya gimana. Acara ngopi mereka biasanya ditutup dengan ritual berpose bareng di salah satu sudut warkop tersebut.

Kedua, tradisi orang Aceh sejak dulu kalau ada hajatan atau khanduri pasti malam pas sebelum acara disediakan kopi atau teh disertai makanan ringan. Kopi disediakan untuk para pemuda dan tetua gampong agar kuat jaga malam. Biasanya ibu-ibu di dapur memilih teh walaupun banyak juga yang senang kopi.

Tak hanya khanduri, tradisi minum kopi dipegang kuat oleh orang Aceh di kegiatan-kegiatan lain. Mulai dari ceumeucah hingga peudong meunasah, kupi pancong selalu ada.

Bagi orang Aceh, hana kupi hana mangat sagai. Segelas kopi ditemani sebatang rokok, habis perkara. Mulut pun dengan lancar jaya bebas bercerita tentang apa saja. Aduh, nikmatnya jadi orang Aceh. Dari fenomena sosial inilah, plesetan kopi darat itu saya translate. Jadi Bang Bree, kesepakatan kita kopdar itu kopi darat atau kopi dara?

*sampai pada

[Fathurrahman Helmi]

Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *