Bau Busuk dan Cekikikan Perempuan di Malam Penuh Horor

Hantu dalam pandangan saya, semata objek khayali yang dibentuk oleh pengalaman batin orang-orang yang mengaku diganggu atau melihat hantu. Kendati pengalaman batin tidak terlepas dari pengaruh post factum,

Ilustrasi hantu malam minggu

~ Jangan-jangan ini hantunya KPop dari Korea Selatan

Sebuah percakapan rahasia terjadi antara saya dan seorang kawan saya. Tatkala itu, waktu menunjukkan tengah malam. Rintik hujan berinaian. Angin yang turut membawa rintik di tiap embusannya terasa begitu menusuk tulang. Terdengar pula jangkrik bersenandung lirih di balik semak belukar. Menyanyikan lagu-lagu rindu. Ah.

Oh iya, terlebih dulu saya kasih tahu. Percakapan antara saya dan kawan saya ini berlangsung di sebuah rumah semi permanen berukuran sekitar 30 x 10 meter.

Rumah ini bercat kuning apak. Sebagian cat di dinding sudah terkelupas dan berlumut di beberapa bagian. Selain dua kamar dengan dua jendela di masing-masing kamar, plus sebuah wese di sebelah kanan dapur, rumah ini juga memiliki ruang tengah. Ruang tengah ini merangkap banyak fungsi karena sekaligus menjadi tempat tidur, makan, nonton, rapat, debat, menangisi kesendirian, curhat massal, tertawa, bahkan parkir.

Ruang tengah ini berlapis karpet vinyl bermotif unik. Pernah dengar istilah crop circle kan? Pola ladang tanda keberadaan alien yang sempat heboh itu. Nah, motif karpet di ruang tengah ini sama sekali tidak mirip crop circle.

Selain sangat apak, karpet ini juga sudah koyak-moyak hampir di semua bagian, sehingga tampak rombeng dan memalukan. Namun, ke-rombeng-annya yang begitu kentara tak menampik betapa karpet vinyl bermotif unik tersebut telah menemani masa-masa yang sangat saya rindukan.

Rumah ini selanjutnya akan saya sebut sekretariat atau pendeknya sekret saja. Memang terdapat beberapa rumah warga di kiri dan kanan, tetapi sekret ibarat ujung tombak. Posisinya tepat di tengah. Letaknya berhadap-hadapan dengan sebuah kompleks kuburan.

Sekret ibarat pendulum. Keberadaannya mengimbangi serta memberi kesan ramai. Pernah sekali waktu tidak ada orang yang tinggal selama hampir sebulan di situ, tiba-tiba seorang tetangga yang punya anak sungguh cantik, bertanya kenapa sekret sepi. Saat itu, saya jawab saja, kami baru tiba dari Jakarta, biar keren.

Sudah pasti, lima tahun wira-wiri di sekret bikin saya mencecap banyak hal; salah satunya kisah berselimut horor. Bukan demi afirmasi cum melegitimasikan keberadaan kuburan dengan segenap kismis-nya, tapi, biar terkesan keren saja.

Saya dan kawan-kawan se-pemondokan sebenarnya diajar berpikir materialistis. Terutama menampik keberadaan hal-hal berbau nonmaterial seperti hantu dan sebangsanya.

Hantu dalam pandangan saya, semata objek khayali yang dibentuk oleh pengalaman batin orang-orang yang mengaku diganggu atau melihat hantu. Kendati pengalaman batin tidak terlepas dari pengaruh post factum, namun… bla-bla-bla. Demikian narasi yang saya sosor kepada kawan-kawan, jika ada di antara mereka yang mulai membuka tema horor di malam yang suntuk.

Sejatinya, propaganda ‘antihantu’ dibudidayakan agar kawan-kawan se-pemondokan tidak lari terciret-ciret jika sewaktu-waktu, misalnya, mengetahui kalau sekret menjadi tempat makhluk astral berhabitat. Apalagi sampai tahu kalau para hantu juga membangun mall dan diskotek di situ.

Di sisi lain, tren materialisme yang saya bangun saat itu tidak menerima keberadaan makhluk alam arwah di muka bumi. Bagi saya, si mayit sejatinya sudah berada di alam kubur, yang bergenit-genit ria melanglang buana di muka bumi setelah si mayit dikubur adalah jin dengan berbagai variannya. Jin notabene salah satu makhluk hidup yang pada akhirnya mati juga. Jadi, tidak ada hantu si polan, yang ada hanya jin Qorin, jin yang nanti mati juga.

“Emposebel is emposebel bro! Yang telah mati tak mungkin hidup kembali. Itu berarti hendak mengatakan si mayit tak ikut ditanyai di alam kubur. Orang, ya, mati. Sementara, hanya Sang Khalik yang abadi,” itu bantahan saya yang merupakan penganut mazhab ‘materialisyariah’.

***

Materialisme kiranya tidak berlaku bagi jiwa-jiwa yang rapuh. Seorang kawan saya yang baru sepekan tidur di sekret pada suatu malam yang tenang–di mana langit berhias bintang gemintang serta bulan bulat tampak menggantung dan mengintip manja dari celah rerimbun daun kelapa–tetiba saja menelpon.

“Mana qe? Sekret bau bangkai ni. Gawat. Aku dengar orang ketawa pulak…,” lalu telpon mati disertai bunyi tuut tiga kali.

“Beberapa hari lalu kabarnya baru ada yang meninggal kan?” kawan lain nyeletuk. Sahaja basahan, di antara barisan kawan-kawan pasti ada yang merasa diri paling Roy Kiyoshi, si host program Karma di ANTV.

Kawan saya yang lain ini sok cenayang pulak. Dengan raut wajah serius, dahi mengedut, tatapan tajam, bulu hidung bergerak-gerak, dia mulai bertanya, apakah bau yang dicium oleh kawan saya yang nelpon tadi–sebut saja namanya X–seperti bau bunga melati? Apakah suara cekikikan itu suara perempuan? Apakah suaranya terdengar dari jauh atau dekat?

https://www.instagram.com/p/Bu5S51Dnhad/

Sebagai mahasiswa tingkat akhir yang hakulyakin doanya diijabah karena mahasiswa di fase itu adalah yang paling teraniaya di kelasnya, saat itu saya dan beberapa kawan dengan modal doa, ingin membuktikan kebenaran cerita si X.

Saya dan kawan-kawan saya sepakat tidur massal di sekret. Massal di sini berarti enam orang saja. Anggota sekret totalnya pun tak lebih dari 17 orang. Soal jumlah anggota yang hanya sekelumit ini, kami bersikeras kalau kualitas lebih hakiki dari kuantitas.

‘Operasi Bangkai 001’, demikian nama operasi untuk membuktikan benar tidaknya sang makhluk astral dari dunia lain telah menginvasi sekret. Bawang putih, bawang bombay, cabai dua warna, mi, telor, dan pelbagai bumbu serta isi dapur untuk logistik selama pemburuan pun disiapkan.

Malam pertama tidak tercium bau bangkai serta cekikikan seperti pengakuan X. Pun begitu malam kedua dan ketiga. Malam keempat, tatkala mati lampu sementara rintik-rintik hujan sedang membasahi bumi, juga tidak ada tanda-tanda keberadaan target.

Pada malam kelima, satu kawan saya pamit pulang dengan alasan naik darah tinggi. Dia menyusul satu kawan saya yang sudah duluan pulang di malam sebelumnya. Dua malam berikutnya, secara berturutan dua kawan saya ikut meninggalkan sekret.

Malam berikutnya, tinggal saya dan satu orang lagi yang bertahan. Saat itu saya golek-golek di ruang tengah. Sementara kawan saya berada di kamar nomor dua.

Tepat tengah malam, di situlah terjadi percakapan rahasia kami, seperti yang saya singgung di awal. Kami bercakap-cakap dari balik dinding yang menjadi pembatas kamar dan ruang tengah.

Karena isi percakapan bersifat rahasia, dengan sangat menyesal saya tidak akan mengumbar ke publik. Terlebih mengingat ungkapan: Dua orang hanya bisa menyimpan rahasia bila satu di antaranya mati.

Namun, karena kami Alhamdulillah masih sehat walafiat–semoga, saya terutama, bisa panjang umur murah rezeki dan menikah dengan janda kaya raya–ini berarti isi percakapan malam itu berpotensi dibongkar oleh saya atau sebaliknya.

Masalahnya, siapa yang lebih dulu membongkar? Maka saya memilih untuk mendahului. Namun, sebelum isi percakapan saya sampaikan, terlebih dulu, saya hendak mengutip kata seorang guru rahasia, bahwa rahasia terstratifikasi dalam tiga tingkatan: rahasia (R), cukup rahasia (CR), dan sangat rahasia (SR).

Ada pun rahasia antara saya dan kawan saya berada di tingkat yang sama sekali tidak ada di antara tiga strata tersebut. Rahasia kami punya tingkat sendiri yaitu STSRSSTMdB atau Sudah Terlalu Sangat Rahasia Sekali Sehingga Tidak Mungkin Dibeberkan.

Mengingat itu, dan melihat betapa eratnya persahabatan saya dan kawan saya yang bagai kepompong mengubah ulat menjadi kupu-kupu, maka surut pula niat saya. Begini saja, saya lanjutkan kisah saya dan kawan saya yang sedang was-was menanti kedatangan sang peneror X.

***

Harusnya ini sudah masuk bagian degdegan.

Setelah percakapan rahasia itu, rupanya saya tertidur duluan. Entah berapa lama terlelap, saya terbangun karena mendengar suara berisik dari dapur.

“Siapa tu?” Saya bersuara sambil mendeham kecil sembari bangkit menuju dapur. Sebelum ke dapur saya melongo ke celah pintu kamar kawan saya berada. Kamar itu gelap karena bohlam sudah lama putus. Mendengar kawan saya terkekeh sambil mengatakan, “Yeiii”, saya jadi lega.

“Eitss, belum tidur?” sambut saya setengah sadar sambil menguap lantas mengurungkan niat menuju dapur karena berpikir itu pasti bunyi tikus dari trah begajul yang tersesat.

“Aku cari rokok sebentar. Ikut?”

Kawan saya tidak menjawab. Mungkin, pendengarannya terhalang oleh suara musik dari headset di telinganya. Kawan saya sejatinya bukan penggemar musik Korea. Tapi, dia kadung tergoda sama 강남스타일 alias Gangnam Style miliknya PSY yang ada sentuhan manja-manja basyah-nya si seksi Kim Hyun Ah alias Hyuna.

Dini hari terasa masih ramai dengan kehadiran warung kopi yang beroperasi 24 jam penuh. Salah satu warung kopi yang menjadi langganan saya dan kawan saya juga masih buka. Saya melesat ke situ dengan sepeda motor.

“Kenapa qe?”

Sesampainya di warung kopi kawan saya heran melihat saya terbengong di depannya.

“Kok?”

Saya tergagap melihat si penggemar Hyuna itu justru sedang ongkang-ongkang kaki di warung dengan wajah cukimai.

“Maksud qe?”

Belum sempat menjejali kawan saya dengan pertanyaan, tiba-tiba ada yang menarik tubuh saya ke atas. Saya melayang menembus bubung warung. Kawan saya dan beberapa penghuni warung terlihat begitu kecil. Dari atas saya juga dapat melihat dengan jelas atap rumah se-kecamatan, salah satunya atap sekret.

Sejurus kemudian, tubuh saya semakin tak terkontrol di udara. Lengan dan kaki mengayuh angin, lantas saya tiba-tiba menukik tajam ke atap sekret. Saya berteriak keras lalu tiba-tiba terpental persis di atas karpet vinyl yang ada di ruang tengah.

Saya terbangun plus tertegun. Udara terasa begitu dingin. Pintu depan menganga lebar sehingga rintik hujan yang dibawa angin merembes masuk mengenai kuali bekas memasak mi tadi pagi yang diletakkan di kanan pintu. Sementara sekeliling tampak sunyi.

Saya masih setengah sadar ketika tiba-tiba tercium bau busuk. Lamat-lamat terdengar suara cekikikan seorang perempuan dari luar. Bulu kuduk autotegang. Cepat-cepat saya sambar hape yang tergeletak di atas kosen jendela.

“Mana qe? Sekret bau bangkai ni. Gawat. Aku dengar orang ketawa pulak…” Belum sempat mendapat sambutan dari seberang, telepon terputus karena baterai hape saya habis.

“Sialan!” Saya lari tunggang-langgang menembus malam yang dingin, tanpa sendal, tanpa baju, tanpa sempak, hanya modal sarung cap peta, meninggalkan sekret dalam keadaan terbuka. Saya sempat berpikir, jangan-jangan tadi itu suaranya Hyuna.

Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )

Facebook Komentar

One thought on “Bau Busuk dan Cekikikan Perempuan di Malam Penuh Horor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *