Lebih dari 30 Gajah Afrika Mati Secara Misterius di Botswana

Menteri Lingkungan Hidup Botswana Philda Kereng mengatakan gajah Afrika yang mati secara misterius itu disebabkan oleh racun cyanobacteria.

Spanduk provinsi termiskin

BNOW ~ Sebanyak 39 Gajah Afrika (Loxodonta africana) mati secara misterius di cagar alam Moremi Game Reserve, bagian utara Botswana. Kematian terjadi sejak Januari hingga Maret 2021. Para ilmuwan telah meminta penyelidikan menyeluruh karena pemerintah memberikan pesan beragam tentang penyebab kematian gajah-gajah itu.

Departemen Margasatwa dan Taman Nasional Botswana Maret lalu menyebutkan kematian gajah tidak disebabkan oleh antraks dan infeksi bakteri. “Analisis laboratorium lebih lanjut sedang berlangsung,” kata Departemen dalam siaran persnya.

Menteri Lingkungan Hidup Botswana Philda Kereng mengatakan berdasarkan temuan awal, gajah Afrika yang mati secara misterius itu disebabkan oleh racun cyanobacteria. Racun itu juga yang membunuh sekitar 350 gajah Afrika pada Mei hingga Juni tahun lalu. Hasil penginderaan jauh di area kematian massal 2020, biotoksin yang diproduksi cyanobacteria membunuh gajah, walaupun bukti ilmiahnya masih kurang.

Menurut para peneliti, sejak Maret hingga Juli 2020, jumlah cyanobacteria di Moremi Game Reserve meningkat pesat karena sumber air menyusut. Akibat perubahan iklim, air menjadi lebih hangat dan cyanobacteria beracun berkembang biak. Bukti lain menunjukkan patogen ikut menjadi penyebabnya.

“Kematian gajah tahun 2021 sekali lagi khusus untuk gajah, seperti yang terjadi pada 2020,” ujar Shahan Azeem, ilmuwan dari Universitas Kedokteran Hewan di Lahore, Pakistan, seperti dikutip dari Science News.

Menurut Azeem, jika antraks penyebabnya, hewan lain akan terkena dampak dan ada tanda-tanda perdarahan pada bangkai. Namun yang terjadi Botswana tidaklah demikian. Kematian gajah juga bukan disebabkan akibat perburuan liar karena tubuh gajah masih utuh dengan gadingnya.

“Investigasi kematian tahun 2020 menunjukkan patogen mungkin menjadi penyebabnya,” tulis Azeem dan rekannya dalam Jurnal Penelitian Margasatwa Afrika.

Baca Juga: DNA Mammoth Berumur Jutaan Tahun Ditemukan di Siberia

Botswana merupakan rumah bagi sekitar 130 ribu gajah Afrika. Negara ini memiliki perjanjian konservasi lintas batas dengan para tetangganya seperti Zimbabwe, yang membolehkan gajah berkeliaran melintasi perbatasan selama migrasi.

Pada 2020, Zimbabwe melaporkan kematian 37 ekor gajah. Kematian gajah secara mendadak di satu area mengkhawatirkan area lainnya. Para ilmuwan awalnya menyalahkan hemorrhagic septicemia, penyakit yang disebabkan bakteri Pasteurella multocida sebagai penyebab kematian. “Tetapi studi genetik terbaru menunjukkan bakteri terkait, Bisgaard Taxon 45, sebagai pelakunya,” ujar Jessica Dawson, CEO Victoria Falls Wildlife Trust di Zimbabwe.

Maret lalu, Serikat Internasional untuk Konservasi Alam atau IUCN menyebut gajah hutan Afrika “sangat terancam punah” dan gajah sabana Afrika “terancam punah”. IUCN mencantumkan perburuan sebagai ancaman utama seiring peningkatan pesat penggunaan lahan oleh manusia, yang telah mengurangi dan memecah-belah wilayah hidup gajah.

Pakar biologi Stuart Pimm dari Duke University mengatakan menyusutnya habitat dan perubahan iklim mungkin berperan dalam membuat gajah tetap terpapar patogen mematikan jenis apapun.

Selain itu, Botswana sendiri merupakan titik panas konflik manusia dengan gajah. Para peneliti melacak gajah di sana dan melihat pergerakan mamalia berbelalai itu sangat terbatas akibat pagar-pagar yang didirikan untuk membatasi gerak. Akibatnya, gajah jauh dari tanaman dan “terpenjara” di Sungai Okavango—sungai terpanjang keempat di Afrika bagian selatan—yang dalam.

“Yang jelas, di Botswana dan di tempat lain, pagar membatasi pergerakan gajah. [Akibatnya] Gajah tidak dapat melarikan diri dari situasi yang mungkin berbahaya bagi mereka.”

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *