Episode Sepenggal Sabar

Zhafee adalah nama panggilan yang sudah lama kami sematkan untuk calon buah hati kami, yang tak tahu kapan akan melengkapi perjalanan ini.

Ilustrasi perempuan. @Canva

Memasuki usia pernikahan yang berada tepat di angka tiga. Suara Andmesh Kamaleng menggema di gawai pintarku. Sengaja ku-setting ringtone Hanya Rindu, khusus untuk Ibu. Biasanya Ibu tak pernah bertanya, tentang kenapa sampai saat ini kami belum dikarunia buah cinta. Tapi tidak dengan hari itu, Ibu mulai menanyakan. Mengapa?

Usut punya usut, tanda tanya ini tak murni dari beliau, melainkan dari sanak saudara dan para tetangga. Mereka ternyata mulai gusar bin risau tentang anakku yang tak kunjung “turun” dari lauh mahfuzh. Mereka mulai bertanya-tanya, sama seperti dulu, saat aku belum memutuskan untuk menikah.

Tak mungkin kusembunyikan suaraku yang mulai bergetar. Pertahananku roboh bukan karena dongkol belum dipercayakan seorang bocah lucu. Tapi karena kenapa orang begitu tega membuat ibuku menjadi gelisah.

Tapi, perkara tentang anak ini suatu hari pernah begitu mengikis kesabaranku. Saat itu, salah seorang teman bertanya, anakku di mana? Padahal, ia sangat tahu bahwa di pernikahanku yang sudah tiga tahun ini, kami belum diamanahkan seorang anakpun.

Dan speechless-nya lagi, dia mengeluarkan ucapan itu dari mulut sambil memamerkan semua giginya. Mungkin itu basa-basi yang lucu baginya tanpa peduli hal itu mengiris hatiku yang memang sudah berdarah.

Namun demi menjaga ukhuwah yang sudah terjalin lama, aku mencoba tersenyum dan berkata, anakku masih on the way; tak tahu kapan ia akan sampai kepadaku. Aku sadar bahwa manusia tak ‘kan pernah berhenti untuk ditanyai, sampai kelak setelah berhasil mempertanggungjawabkan segalanya di hadapan Sang Khalik.

Tak dipungkiri, ada perasaan minder bahkan gelisah yang diam-diam menyusup setiap mendengar kabar bahagia tentang kelahiran anak dari pasangan lain. Apalagi yang usia pernikahannya masih begitu belia. Perasaan yang kadang kuanggap sebagai sebuah kejahatan, karena mengandung ucapan selamat di bibirku, tetapi seiring dengan itu mengalir kental sebuah kesedihan dalam hati.

Aku selalu bilang ke suami, anak si fulan alhamdulillah sudah lahir, mudah-mudahan kita juga segera dikarunia bayi. Suamiku si positive thingking yang setiap waktu berbaik sangka pada ketentuan Allah, selalu berkata, Insya Allah tahun ini Zhafee coming soon.

Zhafee adalah nama panggilan yang sudah lama kami sematkan untuk calon buah hati kami, yang tak tahu kapan akan melengkapi perjalanan ini. ‘Man Shabara Zhafira’, penggalan kata dari bahasa Arab yang memiliki arti siapa yang bersabar, dia akan beruntung. Inilah yang menginspirasi tercetusnya nama Zhafee.

Tahun terus berganti, suamiku masih sabar melangitkan doa yang sama dan selalu kuamini dengan air mata. Lalu di luar sana orang-orang mengusik sambil berbisik, kasian ya si fulan sudah lama nikah belum punya anak.

Ada pula yang iseng mengorek-ngorek siapa yang memiliki masalah, aku atau suami. Tak sedikit pula yang mendesak agar kami berobat ke “orang pintar” yang tak punya gelar apa-apa.

Syukurnya Allah meletakkan segunung kesabaran di dalam hati kami dan ikhlas menjalani segala ketentuan yang datang. Bersyukur dengan apa yang dimiliki tanpa harus menimbang kebahagiaan sendiri dengan takaran orang lain.

Tanpa berharap pertanyaan kapan nikah dan kapan punya anak dihapuskan dari kamus basa-basi. Karena aku begitu sadar, ada beberapa orang tidak kreatif memilih diksi yang tepat ketika memulai sebuah percakapan. Terkadang, kata yang kita keluarkan dari mulut harus kita cerna terlebih dahulu dengan benar, agar lukanya tak membekas di hati orang lain.

@semut_r4ngrang

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *