Greta Thunberg Mengungkap Kisah Penganiayaan Setelah Zionis Israel Menculik Aktivis Global Sumud Flotilla

“Mereka menendang saya setiap kali bendera [Israel] menyentuh wajah saya,” ujar Greta. Dia juga dihujani pukulan dan tendangan, serta diancam akan digas di dalam kandang.

Greta Thunberg dan koper merahnya

“Mereka menendang saya setiap kali bendera [Israel] menyentuh wajah saya,” ujar Greta. Dia juga dihujani pukulan dan tendangan, serta diancam akan digas di dalam kandang.


Koper merah milik Greta Thunberg kini penuh coretan. Dua kata ditulis hitam besar: “Whore Greta”. Di sekelilingnya: logo bintang David dalam bendera Israel dan penis yang sedang ereksi.

Tas itu disita militer zionis ketika Greta dan ratusan aktivis Global Sumud Flotilla lainnya diculik dan kapal mereka dibajak saat mencoba menembus blokade Gaza lewat laut.

Kini, tas itu dikembalikan lagi pada Greta, setelah dibubuhi tulisan dan simbol tak senonoh.

Tapi, Greta hanya tertawa melihat tulisan itu. “Mereka [tentara zionis yang mencoret-coret tas] seperti anak berusia lima tahun!” ucap aktivis iklim berusia 22 tahun itu, dilansir Aftonbladet, surat kabar Swedia, Rabu, 15 Oktober 2025.

Reporter media tersebut bertemu Greta di rumah yang ia tempati bersama teman-teman aktivisnya. Matahari musim gugur menerobos masuk melalui jendela.

Dinding-dinding rumah dipenuhi poster-poster demonstrasi dari seluruh dunia. Selembar bendera Palestina menyembul dari balik rak buku di lorong rumah.

Greta hanya tidur setengah jam tadi malam. Mimpi buruk tentang kapal yang dibom membangunkannya.

Dalam sebuah konferensi pers sepulang dari penyekapan oleh Israel bersama sejumlah warga Swedia lainnya, Greta menyatakan ia tidak ingin digambarkan sebagai korban. Dia tidak ingin pemberitaan berfokus pada dirinya atau pengalaman penyiksaan yang dialaminya.

“Ini bukan tentang saya atau anggota armada lainnya. Ada ribuan warga Palestina—ratusan di antaranya anak-anak—yang kini ditahan tanpa proses pengadilan, dan banyak dari mereka kemungkinan besar disiksa,” ujarnya.

Yang harus menjadi berita utama, kata dia, tentang solidaritas internasional. Tentang orang-orang yang bersatu melakukan pekerjaan yang tidak dilakukan pemerintah.

“Dan yang terutama, ini tentang orang-orang yang tinggal di Gaza,” ujarnya.

Namun, Greta bersaksi tentang bagaimana ia diperlakukan karena ia yakin hal itu mencerminkan bagaimana orang Palestina diperlakukan.

Dari cara pasukan Israel memperlakukannya, Greta menyebut “bahwa Israel, disaksikan seluruh dunia, bisa memperlakukan orang kulit putih terkenal dengan paspor Swedia seperti ini, bayangkan saja apa yang mereka lakukan terhadap warga Palestina secara tertutup.”

Foto-foto: Aksi Pembajakan Kapal Bantuan Kemanusiaan ke Gaza oleh Serdadu Zionis

Greta mengatakan apa yang ia dan rekan-rekannya di Armada Sumud Global alami hanyalah sebagian kecil dari apa yang dialami warga Palestina.

“Di dinding sel penjara kami, kami melihat lubang-lubang peluru berlumuran darah dan pesan-pesan yang diukir di dinding oleh para tahanan Palestina yang telah berada di sana sebelum kami.”

Rabu malam, 1 Oktober 2025, waktu Palestina.

Beberapa anggota pasukan zionis dengan wajah tertutup mencegat dan membajak kapal yang dinaiki Greta serta aktivis lainnya. Mereka menodongkan senjata otomatis ukuran besar ke wajah para aktivis. Insiden itu bisa disaksikan di siaran langsung kanal YouTube Global Sumud Flotilla.

Ada 500 awak dari 42 kapal yang tergabung dalam armada tersebut. Mereka terdiri dari guru, dokter, peneliti, mahasiswa, anggota parlemen, dan pemilik usaha kecil. Yang termuda berusia 18 tahun, yang tertua berusia 78 tahun.

Setelah itu, para aktivis di kapal yang Greta tumpangi, digiring ke dek bawah dan dipaksa duduk melingkar tanpa bergerak sementara kapal dibawa ke daratan.

“Di [dek] bawah sangat panas. Kami hanya duduk di sana. Mereka yang tidak menjaga kami berkeliaran di sekitar kapal, menghancurkan barang-barang [bantuan untuk Gaza] dan melempar semuanya,” ujar Greta.

Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan makanan, obat-obatan, popok, dan susu formula bayi.

Setelah sekira 20 jam, kapal tiba di Ashdod, pelabuhan industri terbesar Israel, 40 kilometer selatan Tel Aviv. Seorang tentara menunjuk Greta dan berkata, “Kamu duluan, ayo!”

Greta tidak diizinkan memakai kaus bertuliskan “Free Palestine” dan diperintahkan berganti pakaian. Namun, Greta malah mengenakan kaus oranye bertuliskan “Dekolonisasi”.

“Lalu aku pakai topi kodokku. Saat hendak turun dari kapal, segerombolan polisi sudah menungguku. Mereka menangkapku, menarikku ke tanah, dan melemparkan bendera Israel ke arahku,” kenangnya.

Setelah itu, Greta diseret ke area beraspal yang dipagari besi.

“Rasanya agak distopia. Saya melihat sekitar 50 orang [aktivis lainnya] duduk berjajar berlutut dengan borgol dan dahi menempel di tanah.”

“Mereka menyeret saya ke sisi yang berlawanan dari tempat yang lain duduk, dan saya selalu memegang bendera. Mereka memukul dan menendang saya.”

Greta tertawa.

“Lalu mereka merobek topi kodok saya, melemparkannya ke tanah, menginjak dan menendangnya, dan semacam mengamuk.”

Aksi Teror Zionis Israel: Bajak Kapal Pengangkut Bantuan Kemanusiaan di Perairan Internasional, Tangkap Para Aktivis

“Mereka memindahkan saya dengan sangat brutal ke sudut yang saya tuju. ‘Tempat istimewa untuk wanita istimewa’, kata mereka. Lalu mereka belajar [mengeja] ‘Lilla hora’ (pelacur kecil) dan ‘Hora Greta’ (pelacur Greta) dalam bahasa Swedia, yang terus-menerus mereka ulangi.”

Di sudut tempat Greta duduk, seorang polisi memasang bendera.

“Bendera itu diletakkan sedemikian rupa sehingga menyentuh saya. Ketika berkibar dan menyentuh saya, mereka berteriak, ‘Jangan sentuh bendera!’ dan menendang saya dari samping. Setelah beberapa saat, tangan saya diikat dengan kabel pengikat, sangat erat. Sekelompok penjaga berbaris untuk berswafoto dengan saya saat saya duduk seperti itu.”

Tas Greta diambil. Semua barang yang dianggap berkaitan dengan Palestina dibuang.

“Mereka mengambil setiap barang dan menatap mata saya sambil memotongnya perlahan dengan pisau, sementara sepuluh orang berswafoto.”

Tiba-tiba, menteri sayap kanan Itamar Ben Gvir memasuki area tersebut dan berdiri di depan semua orang.

“Dia berteriak, ‘Kalian teroris. Kalian ingin membunuh bayi-bayi Yahudi’. Mereka yang membalas teriakan [Ben Gvir] itu disingkirkan dan dipukuli. Mereka dibanting ke tanah dan dipukuli. Tapi saya hanya bisa melihatnya sekilas, karena setiap kali saya mengangkat kepala dari tanah, saya ditendang oleh penjaga yang berdiri di samping saya.”

Greta kemudian dibawa ke sebuah gedung untuk digeledah dan ditelanjangi.

“Para penjaga tidak punya empati atau rasa kemanusiaan, dan mereka terus berswafoto dengan saya. Banyak sekali yang tidak saya ingat. Begitu banyak hal yang terjadi sekaligus. Anda terkejut. Anda kesakitan, tetapi Anda berusaha untuk tetap tenang.”

Tiba-tiba, dia diseret ke dalam ruangan penyimpanan alat kebersihan dan dipaksa berlutut.

Lalu, kata Greta, Ben Gvir dan tim medianya masuk dan berdiri di sana merekam. Ben Gvir mengatakan ia memastikan Greta bakal diperlakukan seperti teroris dan membusuk di penjara.

“Anda Hamas. Anda teroris. Anda ingin membunuh bayi-bayi Yahudi,” teriak Ben-Gvir ditirukan Greta.

“Sementara dia berteriak, saya duduk setenang mungkin dan mengutip konvensi PBB serta mengatakan bahwa Israel tidak kebal dan harus menghormati hukum internasional. Saya pikir ini direkam dan akan disebarkan ke publik, tetapi saya masih belum melihatnya tersebar.”

Selain Ben Gvir, beberapa pejabat zionis lainnya datang silih berganti ke ruangan itu. Mereka meminta Greta menandatangani surat-surat yang menyatakan, antara lain, bahwa ia telah memasuki Israel secara ilegal. Namun, Greta menolaknya.

Kedua tangannya kemudian diikat lagi dengan tali pengikat kabel, matanya ditutup, dan ia ditempatkan di sel kecil di dalam mobil, tempat ia menghabiskan malam yang dingin bersama para aktivis lainnya yang juga diculik.

“Dingin sekali. Kami pakai kaos.”

Setelah itu, Greta dibawa ke penjara. Di luar, dia dipaksa melepas pakaiannya lagi.

“Ada ejekan, perlakuan kasar, dan semuanya direkam. Semua yang mereka lakukan sangat kejam. Obat-obatan orang (aktivis) dibuang ke tempat sampah di depan mata mereka. Obat jantung, obat kanker, insulin.”

Di dalam penjara, Greta melihat gambar besar yang menutupi salah satu dinding. Gambar itu menunjukkan Gaza yang dibom dan orang-orang yang melarikan diri. Di situ ada tulisan “Gaza baru” dalam bahasa Arab di samping bendera Israel yang besar.

Di penjara, ia ditahan di sel-sel yang berbeda. Terkadang di sel seluas sekitar 15 meter persegi bersama 13 tahanan lainnya.

Waktu terasa kabur karena tidak ada jam. Greta merasa mereka ditahan hingga empat hari. Ia dan sandera lainnya hampir tidak menerima makanan dan air bersih selama masa penahanan. Mereka dipaksa minum dari keran di wastafel toilet yang warnanya kecokelatan. Akibatnya, beberapa orang jatuh sakit.

“Anda merasa tidak mampu menangis karena sangat dehidrasi. Panas sekali, sekitar 4 derajat Celcius. Kami terus memohon: Boleh minta air? Boleh minta air? Akhirnya, kami menjerit. Para penjaga berjalan di depan jeruji besi sepanjang waktu, tertawa dan mengangkat botol air mereka. Mereka melempar botol berisi air ke tempat sampah di depan kami.”

Di momen lain, sekitar 60 orang dimasukkan ke dalam kandang kecil di luar ruangan, di tengah terik matahari. Kebanyakan dari mereka tidak memiliki cukup ruang untuk duduk.

“Ketika orang pingsan, kami menggedor-gedor kandang dan meminta dokter. Lalu para penjaga datang dan berkata, ‘Kami akan meracuni Anda dengan gas.’ Sudah menjadi kebiasaan mereka untuk mengatakan itu. Mereka mengangkat tabung gas dan mengancam akan menempelkannya ke tubuh kami.”

Greta Thunberg
Greta Thunberg. Foto: aftonbladet.se

Pada malam hari, penjaga secara rutin datang dan mengguncang jeruji, menyinari senter, dan beberapa kali dalam semalam mereka masuk dan memaksa semua orang untuk berdiri.

Greta juga bercerita bagaimana ia ditempatkan di sel isolasi yang dipenuhi serangga. Jam demi jam, ia tak tahu berapa lama. Ia menyanyikan sebuah lagu, seolah menenangkan diri.

“Tetapi saya harus beristirahat setelah beberapa saat karena menyanyikan lagu itu sangat menguras tenaga.”

Greta kemudian dibawa ke pertemuan pribadi dengan berbagai pejabat, diplomat, politisi, termasuk pertemuan dengan perwakilan pemerintah zionis.

Mereka berkata, ‘Kami menawarkan Hamas untuk menukarmu dengan sandera,’ dan menatapku dalam diam. Ketika aku bertanya setelah beberapa saat, ‘Ada apa ini?’, mereka menjawab, ‘Kami bercanda.’ Yang lain mengulangi: ‘Ini bukan genosida. Percayalah, jika kami mau melakukan genosida, kami bisa melakukannya’.”

Sebelumnya, selama lima menit di pelabuhan Ashdod, warga Swedia diizinkan bertemu dengan pengacara, setelah itu tidak ada bantuan hukum lagi.

Baru pada Jumat, tiga orang dari Kedutaan Besar Swedia di Tel Aviv datang menemui warga Swedia di dalam kandang, di luar ruangan.

Warga Swedia kemudian menceritakan tentang perlakuan yang mereka terima. Tentang kekurangan makanan, air, dan tentang penyiksaan.

Mereka juga menunjukkan luka fisik yang dialami–memar dan goresan, dan menegaskan semua cerita itu harus dirilis ke media secepatnya.

Menurut Greta, orang-orang dari Kedubes itu hanya mendengarkan saja.

“Mereka tidak melakukan apa-apa, mereka hanya berkata: ‘Tugas kami adalah mendengarkan Anda. Kami di sini dan Anda berhak mendapatkan dukungan konsuler’.”

“Kami bilang berulang kali: kami butuh air. Dan mereka melihat para penjaga [penjara] membawa botol air. Staf kedutaan berkata: ‘Kami akan mencatatnya’. Salah satu dari kami, Vincent, berkata: ‘Lain kali kita bertemu, kamu harus membawa air’.”

Butuh dua hari sebelum staf kedutaan muncul lagi. Tapi mereka tidak membawa air, kecuali sebotol kecil milik mereka sendiri yang setengah kosong. Vincent, yang kondisinya paling parah, sempat meminumnya.

“Kami terus bertanya kepada penjaga, ‘Boleh minta air?’, tetapi mereka hanya berjalan sambil membawa botol air mereka dan tidak menjawab.”

Akhirnya, di hadapan staf kedutaan, kelompok Swedia tersebut memutuskan menolak kembali ke sel mereka sampai mereka diberi air, menurut beberapa saksi yang telah diwawancarai Aftonbladet. Namun, staf kedutaan kemudian ingin meninggalkan penjara.

“Saya bilang, ‘Kalian mau meninggalkan kami seperti ini? Kalau kalian pergi sekarang, mereka akan menghajar kami’. Tapi mereka tetap saja pergi.”

Beberapa peserta mengungkapkan seorang aktivis perempuan menjadi marah dan menendang tempat sampah berisi botol-botol air yang dibuang para penjaga penjara.

Botol-botol itu berhamburan ke lantai, dan Greta beserta yang lainnya langsung menghempaskan diri ke lantai, bergegas membuka botol-botol itu dan meminum air yang ditinggalkan para penjaga.

“Staf kedutaan melihat [kejadian] ini tetapi [mereka] tetap pergi.”[]

Diperbarui pada ( 17 Oktober 2025 )

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *