Hina Raja Thailand, Mantan PNS Pecahkan Rekor Hukuman Penjara

Lese Majeste hingga kini dipandang sebagai regulasi kontroversial. Undang-undang ini melarang penghinaan terhadap monarki.

Pengunjuk rasa di Thailanda. (@crikey.com.au)

BNOW ~ Dituduh menghina Raja Thailand, seorang mantan PNS mendapatkan vonis yang memecahkan rekor hukuman penjara di Negeri Gajah Putih tersebut.

Mantan PNS perempuan yang diidentifikasi dengan nama depan Anchan itu, divonis 43 tahun enam bulan penjara oleh pengadilan di Thailand pada Selasa, 19 Januari 2021.

Menurut kelompok pengacara Hak Asasi Manusia Thailand, Anchan didakwa mengina dan mencemarkan nama baik Raja Thailand melalui postingan klip audio di Facebook dan YouTube.

Anchan yang diperkirakan berusia 60 tahun, bersalah atas 29 dakwaan yang melanggar undang-undang Lese Majeste. Pengadilan awalnya memberikan vonis 87 tahun penjara tapi dikurangi setelah Anchan mengaku bersalah.

Kasusnya berawal enam tahun lalu, ketika sentimen anti-kemapanan tumbuh setelah kudeta militer 2014. Anchan kemudian ditahan sejak Januari 2015, setahun sebelum ia pensiun, hingga November 2018.

Anchan yang berdinas sebagai pegawai negeri selama 40 tahun, membantah tuduhan saat kasusnya pertama kali disidangkan di pengadilan militer. Ketika kasusnya dipindahkan ke pengadilan pidana, dia mengaku bersalah dengan harapan mendapat simpati dari hakim.

Anchan mengatakan hanya membagikan audio, tidak memposting atau mengomentarinya. “Saya pikir itu bukan apa-apa. Ada begitu banyak orang yang membagikan konten ini dan mendengarkannya. Orang (yang membuat konten) telah melakukannya selama bertahun-tahun,” kata Anchan.

Vonis Anchan dikeluarkan di tengah gelombang protes yang sedang berlangsung di Thailand. Para pengunjuk rasa yang kebanyakan anak muda menuntut reformasi terhadap monarki yang telah lama dianggap sebagai lembaga sakral oleh banyak orang Thailand.

“Putusan pengadilan hari ini mengejutkan dan mengirimkan sinyal mengerikan bahwa kritik terhadap monarki selain tidak akan ditoleransi, pelakunya juga akan dihukum berat,” ujar Sunai Phasuk, peneliti senior kelompok Human Rights Watch.

Anchan, berbicara dengan temannya saat dia tiba di Pengadilan Kriminal Bangkok, Selasa, 19 Januari 2021. (© cbsnews.com)
Anchan, berbicara dengan temannya saat dia tiba di Pengadilan Kriminal Bangkok, Selasa, 19 Januari 2021. (© cbsnews.com)

Kontroversi Lese Majeste

Lese Majeste hingga kini dipandang sebagai regulasi kontroversial. Undang-undang ini melarang penghinaan terhadap monarki. Pelanggaran terhadap Lese Majeste, khususnya Pasal 112 dapat membuat seseorang dihukum penjara tiga sampai 15 tahun untuk setiap dakwaan.

Tak hanya menghina Raja Thailand, undang-undang ini bahkan dapat menghukum hal-hal sederhana yang dianggap pelanggaran, semisal menyukai postingan di Facebook. Tak hanya kalangan bangsawan atau otoritas berwenang, siapa pun dapat mengajukan tuntutan dengan memakai undang-undang tersebut.

Selama 15 tahun terakhir kerusuhan politik di Thailand, undang-undang tersebut kerap digunakan sebagai senjata politik dan balas dendam pribadi. Kritik publik terhadap monarki, bagaimanapun, hingga kini sangat jarang terjadi.

Namun, sejak November tahun lalu, seiring gencarnya demonstrasi, aparat penegak hukum menangkap sekitar 50 orang dan menuntut mereka dengan Lese Majeste.

Setelah Raja Maha Vajralongkorn naik tahta pada 2016, dia mengatakan tidak ingin melihat hukum Lese Majeste digunakan. Namun, ketika protes tumbuh tahun lalu, dan kritik terhadap monarki semakin keras, Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha memperingatkan garis telah dilanggar dan hukum akan digunakan.

Sebelum Anchan, pada 2017 seorang pria divonis 35 tahun penjara karena unggahan di media sosial. Pria itu, seorang salesman, awalnya dijatuhi hukuman 70 tahun, tetapi dikurangi setengahnya setelah mengaku bersalah.[]

Diperbarui pada ( 19 Maret 2024 )

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *