Wajah Inggris di Balik Tabir Kejahatan Apartheid Israel

Inggris sebagai bekas penjajah Palestina di masa lalu, hingga sekarang masih terus memberikan dukungan penuh pada Israel.

Para pengunjuk rasa di luar fasilitas yang digunakan produsen senjata Israel Elbit di Oldham, Inggris. Foto: Kenny Brown/Rex/Shutterstock

Dukungan Inggris untuk Israel lewat ‘diplomasi senyap’

Kejahatan apartheid Israel terhadap rakyat Palestina ditopang dukungan negara-negara Barat, salah satunya Inggris. Hal ini diungkapkan Rafeef Ziadah, Dosen Perbandingan Politik Timur Tengah di Soas University of London, dalam kolomnya di The Guardian.

Inggris sebagai bekas penjajah Palestina di masa lalu, hingga sekarang masih terus memberikan dukungan penuh pada Israel. Salah satu bentuk dukungan itu, tulis Ziadah, dilakukan melalui perdagangan senjata antara kedua negara.

Ekspor senjata dari Inggris ke Israel mencakup komponen senjata kecil, amunisi, teknologi penglihatan malam, dan intelijen. Sebaliknya, Inggris mengimpor senjata buatan Israel. Pada 2016 misalnya, produsen senjata utama Israel, Elbit Systems bersama Thales UK menyelesaikan pengiriman sebagian besar dari 54 drone watchkeeper. Pesawat nirawak ini termasuk dalam bagian dari kontrak senilai £800 juta.

Lalu, antara 2018 hingga 2020, Kementerian Pertahanan Inggris membeli peralatan militer senilai £46 juta dari Elbit. Senjata-senjata yang telah teruji dalam pertempuran itulah yang digunakan militer Israel saban hari untuk membantai warga Palestina.

Tak hanya itu, tulis Ziadah, penelitian terbaru mengungkapkan ada perangkat militer buatan Inggris dipakai pasukan Israel selama serangan udara bulan lalu di Gaza. “Pesawat tempur F-35 Israel yang mengebom wilayah berpenduduk padat itu memiliki suku cadang dari sejumlah pemasok Inggris, termasuk BAE Systems, GE Aviation, Martin-Baker, Selex, Cobham, Ultra Electronics, UTC Actuation Systems, dan Rolls-Royce.”

Menurut Campaign Against Arms Trade, antara 2016 hingga 2020, Inggris mengeluarkan lisensi ekspor individu tunggal untuk penjualan senjata ke Israel senilai £400 juta. Nilai ini meningkat signifikan dari £67m dalam lisensi serupa antara 2011 hingga 2015.

Baca Juga: Hamas dan Israel Gencatan Senjata, Teriakan Allahu Akbar Terdengar di Gaza

Bulan lalu di Leicester, pengunjuk rasa menduduki atap UAV Tactical Systems, anak perusahaan Elbit Systems. Elbit Systems UK memiliki sembilan lokasi produksi dan kantor di Inggris. Pabrik mereka di Leicester menjadi tempat produksi drone Hermes yang dipakai militer Israel di Gaza. Pendemo berhasil mengganggu produksi selama beberapa hari sebelum protes berlanjut di pabrik Elbit di Oldham.

Aksi unjuk rasa itu menyoroti besarnya jalinan hubungan Inggris dengan kekuatan militer Israel. Di dalam gedung-gedung tak berbahaya yang tersembunyi di kawasan industri Inggris, salah satu perusahaan senjata swasta besar Israel beroperasi secara bebas, tanpa konsekuensi bagaimana senjatanya digunakan di Palestina atau di tempat lain.

Selain itu, tulis Ziadah, perusahaan pembuat buldoser JCB termasuk salah satu dari tiga perusahaan Inggris yang terdaftar oleh PBB ikut terlibat dalam pembangunan pemukiman ilegal dan pembongkaran rumah-rumah warga Palestina.

“Sementara [saat] Israel menggambarkan dirinya sebagai negara kecil yang hanya bertindak membela diri, pada kenyataannya mereka melakukan pendudukan militer selama beberapa dekade, menolak hak pengungsi Palestina untuk kembali, dan terus menggusur ratusan keluarga.”

Dukungan Inggris untuk Israel
Drone watchkeeper buatan Elbit Systems. Foto: Kementerian Pertahanan Inggris

Organisasi yang berbasis di Inggris seperti War on Want dan Campaign Against Arms Trade telah menyerukan diakhirinya ekspor peralatan militer ke Israel dan peninjauan kembali penjualan senjata Inggris. Menurut Ziadah ini langkah penting dalam menantang dukungan bantuan militer yang diterima Israel.

“Ketika anggota parlemen [Britania Raya] Zarah Sultana mengangkat foto anak-anak Palestina yang terbunuh dalam serangan terakhir di Gaza dan bertanya kepada [Perdana Menteri] Boris Johnson apakah senjata buatan Inggris digunakan dalam pemboman Gaza, dia tidak menyangkalnya. Tapi dia dengan cepat menangkis pertanyaan itu dengan serangkaian basa-basi tentang dukungan Inggris untuk solusi dua negara.”

Baca Juga: Rudal Israel Menyasar Warga Sipil, Membunuh Anak-anak Gaza

Ziadah menilai basa-basi semacam itu menjadi hampa ketika Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa malah membantu Israel dalam menciptakan fakta berbeda di lapangan. “Bersembunyi di balik tabir asap ‘diplomasi senyap’, negara-negara ini terus menerus melemahkan upaya Palestina meminta pertanggungjawaban Israel. Boris Johnson, misalnya, telah menentang penyelidikan pengadilan pidana internasional atas kekejaman yang dilakukan [Israel] di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur.”

Pada akhirnya, tulis Ziadah, yang dapat dilakukan orang-orang Palestina hanya terus memprotes sembari mengandalkan kekuatan orang-orang biasa di seluruh dunia yang bersedia berbicara dan menantang keterlibatan pemerintah mereka sendiri dalam mempertahankan konflik tersebut. “Demonstrasi di seluruh dunia, di banyak ibu kota dan kota kecil, dan pernyataan solidaritas oleh serikat pekerja, seniman serta akademisi, membuktikan fakta semakin banyak orang yang memahami status quo [pendudukan, blokade, dan penindasan oleh Israel] tidak dapat dipertahankan.”

Beberapa orang, tulis Ziadah, mungkin memilih mengalihkan pandangan mereka setelah Gaza, Yerusalem, Lydd (Lod), dan Haifa tidak lagi mendominasi berita utama. “Tetapi orang-orang Palestina tak memiliki pilihan itu. Mengakhiri perdagangan senjata dengan Israel adalah langkah penting membuka kedok ilusi “ketenangan” yang mengaburkan penindasan yang sedang berlangsung terhadap rakyat Palestina. Dan untuk secara jujur menghadapi peran Inggris dalam mempertahankan status quo yang brutal ini.”

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *